Beauty

Ads

“Klasifikasi Tumbuhan Angiospermae menurut Sistem APG II dan III”


BOTANI PHANEROGAMAE
Klasifikasi Tumbuhan Angiospermae menurut Sistem APG II dan III
Dosen Pengampu : Asep Mulyani, M.Pd





Disusun oleh :
           Nunung Nurjanah   (1415106080)
   Kelas  Biologi C/4


PROGRAM STUDI TADRIS IPA-BIOLOGI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2017



 

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas UAS (Ujian Akhir Semester) mata kuliah Botani Phanerogamae yang berjudul “Klasifikasi Tumbuhan Angiospermae menurut Sistem APG II dan III”. Kami ucapkan terima kasih kepada bapak Asep Mulyani, M. Pd selaku dosen mata kuliah Botani Phanerogamae yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Semoga makalah ini, dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa/mahasiswi tentang perkembangan klasifikasi tumbuhan menurut system APG.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini juga dapat berguna bagi kami sendiri.


                                                                                                             Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................... i        
Daftar isi................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................... 1        
B.     Rumusan Masalah..................................................................... 1        
BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 2
BAB III PENUTUP
A.    Simpulan.................................................................................... 9
Daftar Pustaka..................................................................................... 10
 

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Sistem klasifikasi APG III merupakan sistem klasifikasi untuk tumbuhan berbunga yang dirilis pada bulan Oktober 2009 oleh Kelompok Filogeni Tumbuhan Berbunga (Angiosperm Phylogeny Group, APG) dalam berkala Botanical Journal of the Linnean Society enam tahun setelah pendahulunya, sistem klasifikasi APG II, terbit. Pada bulan yang sama, para anggota Masyarakat Linnaeus (Linnean Society), organisasi internasional para pakar taksonomi, mengajukan klasifikasi filogenetik formal bagi semua Embryophyta (tumbuhan darat) untuk mendampingi sistem klasifikasi APG III. Pengajuan ini dianggap mendesak karena para ahli botani dan fikologi (ilmu tentang alga) masih berdebat tentang posisi taksonomi sejumlah klad tumbuhan.
Sistem yang mengambarkan hubungan kekerabatan dalam Angiospermae dengan cukup menyeluruh dapat ditemui pada sistem APG II (2003). Sistem APG II dibuat berdasarkan publikasi-publikasi ilmiah tentang analisis kladistik (cladistic) memanfaatkan data molekular (seperti: Chase dkk. 1993, 2000; Graham & Olmstead 2000; Soltis dkk. 1997, 2000; Qiu dkk. 2000; Zanis dkk. 2002); atau kombinasi dari data morfologi dan data molekular (seperti Nandi dkk. 1998). Sistem APG tidak mencoba untuk mengenali semua kategori dalam hierarki taksonomi, namun hanya kelompok-kelompok yang monofiletik; artinya untuk membentuk satu takson, seluruh anggota takson harus berkerabat dekat satu dengan lainnya dibandingkan anggota takson lain. Konsekuensi dari hanya memetakan kelompok yang monofiletik adalah banyak suku-suku yang dikenal secara tradisional, namun dalam sistem APG II dipisahkan (seperti Liliaceae yang dikenal oleh Cronquist 1981 sebagai satu suku besar dipecah menjadi beberapa bangsa, Asparagales, Dioscoreales, Liliales, Pandanales dan Petrosaviales (Chase dkk., 2000); atau disatukan (seperti Bombacaceae, Tiliacae, Sterculiaceae dan Malvaceae digabung dalam Malvaceae). Suku-suku yang monofiletik selanjutnya menyusun satu bangsa tertentu. Dalam memahami sistem APG, satu bangsa bukanlah kelompok yang setara dalam hierarki taksonomi, maupun evolusi. Satu bangsa dalam sistem APG juga didefinisikan dengan sangat sederhana: gabungan suku-suku yang monofiletik.

B.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan klasifikasi tumbuhan menurut system APG?


BAB II
PEMBAHASAN

Sistem APG melibatkan pengakuan kelompok monofiletik ketat di semua tingkat, namun diketahui bahwa ada keluarga yang dikenal sebagai Non-monofiletik (misalnya Euphorbiaceae dan Scrophulariaceae). Reklasifikasi ulang ke unit monofiletik ini tidak mungkin dilakukan pada tahun 1998 dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Selanjutnya, secara monofis banyak keluarga tetap diselidiki dengan pengambilan sampel dan penerapan teknik filogenetik molekuler yang ekstensif. Dengan demikian, diakui bahwa beberapa perubahan dalam batasan keluarga diperlukan untuk merefleksikan pemahaman hubungan filogenetik yang lebih baik. Bagi beberapa keluarga yang telah diselidiki dan ditemukan bersifat monofiletik, alternatif, batasan opsional ditunjukkan dengan daftar keluarga saudara atau keluarga dalam tanda kurung siku segera setelah keluarga tersebut. Misalnya, Nymphaeaceae bisa diinterpretasikan baik untuk mengecualikan atau memasukkan keluarga Suster Cabombaceae. Lima tahun sekarang telah berlalu sejak sistem APG disusun. Kemajuan terbaru dalam pengetahuan kita tentang filogeni tanaman flammen memang telah memotivasi beberapa perubahan dalam klasifikasi keluarga dan klasifikasi, serta penambahan beberapa perintah baru.
Menurut jurnal dari Angiosperm Phylogeny Group (2009), During the 1990s, reconstruction of flowering plant phylogeny took a great step forward. Rapidly accumulating DNA sequences, in particular from the plastid gene rbcL (e.g. Chase et al., 1993), provided new and informative sets of data. Cladistic analysis of these data sets was also much improved, especially through development of phylogenetic theory and application to analysis of large data sets (e.g. Hillis, 1996) and various methods for estimating the support for individual clades in the phylogenetic trees (Felsenstein, 1985; Farris et al., 1996). The outline of a phylogenetic tree of all flowering plants became established, and several well supported major clades involving many families of flowering plants were identified. In many cases the new knowledge of phylogeny revealed relationships in conflict with the then widely used modern classifications (e.g. Cronquist, 1981; Thorne, 1992; Takhtajan, 1997), which were based on selected similarities and differences in morphology rather than cladistic analysis of larger data sets involving DNA sequences or other forms of systematic data. It became clear that none of the previous classifications accurately reflected phylogenetic relationships of flowering plants, and communication about plant evolution referring to the old classification schemes became increasingly difficult. To alleviate this problem, a group of flowering plant systematists, calling themselves the Angiosperm Phylogeny Group (APG for short), proposed a new classification for the families of flowering plants (APG, 1998). (Angiosperm Phylogeny Group, 2009).
Beberapa bangsa yang monofiletik selanjutnya menyusun kelompok-kelompok (monofiletik juga) yang diberi nama informal, seperti Magnoliid, Monocot, Eudicot, Rosid, Euosid I, Eurosid II, Asterid, Euasterid I dan Euasterid II. Perlu diperhatikan, karena penamaan kelompok di atas bangsa adalah penamaan informal, maka penamaan istilah Magnoliid tidak mengikuti kaidah dalam International Code of Botanical Nomenclature (ICBN). Konsekuensinya, "Magnoliid hanya dituliskan sebagai "Magnoliid" tanpa akhiran baku (seperti -ceae untuk suku atau -ales untuk bangsa; atau -idae untuk anak-kelas dalam sistem Cronquist 1981, 1988). Juga tidak ada konsekuensi untuk menuliskan kata "Magnoliid" dengan huruf awal kapital atau huruf kecil.
Cara menyusun kelompok-kelompok (clade) dalam sistem APG II yang berdasarkan monofili, atau berkerabat dekatnya satu kelompok atau tidak, menyebabkan kelompok-kelompok utama yang ada dalam sistem APG tidak setara secara hierarki taksonomi. Misalnya kita mengenal kelompok (clade) utama seperti Amborellaceae (suku), yang diperlakukan setara sebagai kelompok (clade) utama Magnoliid (anak-kelas, jika menggunakan sistem Cronquist). Pada sistem klasifikasi lampau (Dahlgren 1980 atau Cronquist 1981, 1988), kita akan selalu mengelompokkan takson-takson yang setara secara hierarkis; artinya, kita akan membentuk takson "Amborelliid" yang posisinya setara dengan Magnoliid (menempati anak-kelas, jika menggunakan sistem Cronquist). Namun pada sistem APG II, hal tersebut tidak dilakukan;  Amborellales tetaplah sebagai bangsa Amborellales, tanpa dibentuknya takson superior yang menaunginya; tidak ada Amborelliidae (-idae, akhiran untuk anak-kelas pada sistem Cronquist)  atau Amborellopsida (-opsida, akhiran untuk kelas pada sistem Cronquist). 
Ada sistem APG II, Angiospermae dapat dikelompokkan menjadi beberapa grup, yaitu (1)Amborellales, (2) Nymphaeales, (3) Austrobaileyales, (4) Chloranthaceae (empat kelompok ini sering disebut sebagai basal clades/basal angiosperms), (5) Magnoliid (terdiri dari Laurales, Magnoliales, Canellales dan Piperales), (6) Monocot/Monokotiledon, (7) Ceratophyllales dan (8) Eudicot/Eudikotiledon.
Berdasarkan penelitian kladistik/cladistic, Amborellales yang terdiri atas satu suku Amborellaceae dan satu jenis Amborella trichopoda diterima sebagai hipotesis terbaik sebagai cabang Angiospermae paling pangkal (basal angiosperm). Secara morfologi dan anatomi Amborella adalah kelompok dalam tumbuhan berbunga yang tidak memiliki vessel dan perhiasan bunga yang tersusun spiral, tangkai putik berbentuk helai dan karpel yang terpisah. Karakter absennya vessel (Judd dkk., 2002) dan serbuk sari dengan tektum yang menjala (reticulate tectum; Doyle & Endress, 2001) dianggap merupakan karakter yang primitif pada spermatofita. Sementara karakter yang memisahkan Amborella dari Angiospermae pangkal lainnya kelihatannya adalah tidak adanya sel penghasil minyak esensial yang didapati di mayoritas anggota Angiospermae pangkal. 
Posisi Nymphaeales sebagai salah satu anggota Angiospermae pangkal mengikuti Amborellales kelihatannya sulit dipertahankan oleh karakter morfologi maupun anatomi. Karakter yang kuat untuk menempatkan Nymphaeales sebagai angiospermae pangkal adalah data DNA, yang juga sesuai dengan usia kelompok tersebut berdasarkan data fosil (Judd dkk., 2002).
Austrobaileyales.
Austrobaileyales terdiri dari Austrobaileyaceae (Austrobaileya), Trimeniaceae (Trimenia)  dan Schisandraceae, yang terdiri dari Schisandra, Kadsura dan Illicium (sangat dikenal sebagai bumbu masak, Illicium verum = bunga lawang/star anise); APG II 2003). Tidak ada karakter, kecuali molekular yang sejauh ini dapat digunakan mendukung monofili dari kelompok tersebut.
Hubungan antar Ceratophyllaceae, monokotiledon, Chloranthaceae, magnoliid dan eudicot
Pengetahuan tentang hubungan antar Ceratophyllaceae, monokotiledon, Chloranthaceae, magnoliid dan eudicot sejauh ini sangatlah kurang. Setiap clade memiliki dukungan data fosil dan molekular yang kuat, namun hubungan diantaranya belum jelas. Monokotiledon secara karakteristik merupakan kelompok yang monofiletik, namun tidak dengan dikotiledon. Dikotiledon dalam pengertian klasik, yang mengikutsertakan Amborellaceae, Nymphaeaceae, Austrobaileyales, Ceratophyllaceae, Chloranthaceae dan magnoliid, justru merupakan kelompok yang polyfiletik (polyphyletic), sehingga pengunaan istilah "Dikotiledon" tidak sesuai dengan konsep monofiletik dari satu takson dan harusnya digantikan oleh Eudicot ("Dikotiledon klasik” minus Amborellaceae, Nymphaeaceae, Austrobaileyales, Ceratophyllaceae, Chloranthaceae dan magnoliid).
Kebalikan dari Dikotiledon yang merupakan kelompok yang tidak valid karena tidak monofiletik, Monokotiledon justru sangat monofiletik dan merupakan kelompok yang khas dalam Angiospermae. Jika dahulu, Ray (1703) mendefinisikan Monokotiledon dengan karakter apomorfi keping biji tunggal, maka perkembangan ilmu botani hingga sekarang menunjukkan 13 karakter synapomorfi untuk monokotiledon, diantaranya kotiledon tunggal, urat-daun sejajar, plastida di sel tapis dilengkapi kristal protein berbentuk cuneate, ikatan pembuluh tersebar, sistem perakaran serabut, dan pola pertumbuhan simpodial. Pola pertumbuhan simpodial hampir dimiliki seluruh kelompok Monokotiledon, walaupun dalam kelompok non-monokotiledon pola pertumbuhan simpodial juga ditemui.  Monokotiledon ditempatkan sebagai sister dari Ceratophyllaceae; selanjutnya clade [Monokotiledon + Ceratophyllaceae] adalah sister dari dari clade [Chloranthaceae + magnoliid + eudicot]. Hubungan antar kelompok-kelompok tersebut masih menjadi subyek penelitian intensif.
Magnoliid, Ceratophyllaceae dan Chloranthaceae.
Kelompok kecil yang terdiri dari Magnoliid atau eumagnoliid (Canellales, Laurales, Magnoliales & Piperales), Chloranthaceae (terdiri dari empat marga) dan Ceratophyllaceae (terdiri dari marga tunggal, Ceratophyllum) dahulunya merupakan anggota"Dikotiledon" karena memiliki dua keping kotiledon. Namun analisis lanjut menunjukkan bahwa mereka memiliki karakter yang juga dimiliki oleh Monokotiledon, yaitu serbuk sari dengan apertur tunggal (uniaperturate). Data selain molekular tidak dapat menjelaskan hubungan kekerabatan baik Ceratophyllaceae dan Chloranthaceae. Data molekular tersebut menunjukkan bahwa Ceratophyllaceae berkerabat erat dengan Monokotiledon, sementara Chloranthaceae adalah sister dari clade Monokotiledon + magnoliid.
Kelompok eudicot adalah kelompok monofiletik besar yang terdiri dari 190.000-an jenis tumbuhan atau 75% Angiospermae. Kelompok eudicotiledom mendapat dukungan kuat berdasarkan karakter molekular, dan paling tidak satu karakter morfologi, yaitu serbuk sari dengan tiga apertur (triaperturate pollen). Banyak anggota eudicot yang memiliki serbuk sari dengan lebih dari tiga apertur, yang dianggap sebagai turunan dari karakter dengan tiga apertur. Karakter tiga apertur dianggap lebih modern daripada serbuk sari dengan satu apertur (monosulcate), yang dianggap sebagai karakter nenek moyang Angiospermae.  Dalam clade eudicot terdapat clade-clade monofiletik, yaitu kelompok Ranunculales, Sabiaceae (Sabiales), Buxaceae (Buxales), Proteales, Trochodendraceae dan sebuah clade besar, core eudicot. Ranunculales adalah kelompok yang kurang umum dijumpai di Indonesia. Mungkin anggota Ranunculaceae yang cukup sering kita temui adalah dari suku Menispermaceae, seperti cincau (Cyclea barbata). Sabiaceae (Sabiales), Buxaceae (Buxales) dan Trochodendraceae (Trochodendrales), kurang umum dijumpai di Indonesia, sedangkan anggota Proteales yang cukup umum ditemui di Indonesia adalah seroja (Nelumbium nucifera; Nelumbonaceae), yang sebelumnya ditempatkan dalam suku Nymphaeaceae.
Istilah core eudicot hanya dapat muncul setelah pemanfaatan data molekular untuk sistematika tumbuhan, artinya, pemanfaatan data morfologi dan anatomi dalam sistematika yang sebelumnya sangat intensif dilakukan sama sekali tidak mengenal istilah tersebut.  Penelitian-penelitan terakhir berusaha mengungkap karakter morfologi yang menjadi karakter sinapomorfi dari keseluruhan core eudicot. Nampaknya jumlah dan susunan bagian-bagian bunga (kelopak, mahkota, tangkai sari, putik dan karpel) adalah kandidat karakter yang sangat intensif diteliti (Judd dkk. 2002). Dalam core eudicot terdapat bangsa-bangsa yang monofiletik, yaitu  Gunnerales, Caryophyllales, Santalales dan Saxifragales; serta dua clade besar Rosid, yang dapat dibagi menjadi dua clade utama Eurosid I & Eurosid II dan Asterid yang terdiri dari Euasterid I & Euasterid II.
Bangsa Gunnerales tidak ditemukan di Indonesia, sedangkan anggota bangsa Caryophyllales sangat umum kita jumpai, seperti bayam (Amaranthus cruentus; Amaranthaceae), krokot (Portulaca oleracea; Portulacaceae), kantung semar (Nepenthes spp.; Nepenthaceae), kaktus duri centong (Opuntia sp.; Cactaceae), kembang kertas (Bougainvillea spectabilis; Nyctaginaceae) dan lain-lain. Bangsa Santalales juga cukup akrab dengan telinga orang Indonesia, seperti kayu cendana (Santalum album; Santalaceae) dan benalu (Macrosolen cochinchinensis). Anggota bangsa Saxifragales yang cukup umum kita kenal adalah pohon rasamala (Altingia excelsa; Hamamelidaceae/Altingiaceae)
Rosid mencakup sekitar 140 suku atau sekitar sepertiga dari keseluruhan Angiospermae. Berdasarkan analisis molekuler, Rosid jauh lebih luas dari cakupan anak-kelas Rosidae (Cronquist 1981).  Banyak kelompok-kelompok yang sebelumnya ditempatkan dalam anak-kelas Magnoliidae, Dilleniidae dan Hamamelidae ternyata secara molekular merupakan anggota dari Rosid.
Dua anak-clade besar dalam Rosid, yaitu Eurosid I (fabid) dan Eurosid II (malvid), diidentifikasi melalui data molekular (Soltis dkk., 2000). Eurosid I terdiri dari  Celastrales, Cucurbitales, Fabales, Fagales, Zygophyllales, Malpighiales, Oxalidales dan Rosales. Anak-clade  Eurosid II yang lebih sedikit anggotanya terdiri dari Brassicales, Malvales, Sapindales dan Tapisciaceae.
Asterid juga merupakan clade besar yang meliputi sekitar sepertiga dari keseluruhan Angiospermae, atau sekitar 80.000 jenis tumbuhan dari 114 suku. Kebalikan dari clade lain dalam sistem APG yang kadang tidak dapat didefinisikan dengan karakter morfologi, orang justru sejak 200 tahun lalu mengenal Asterid melalui karakter morfologi (de Jussieu 1789). Walaupun tidak seluruhnya identik, anggota clade Asterid hampir seluruhnya terdiri dari kelompok-kelompok yang dahulu dikenal sebagai “Sympetalae”; kelompok dengan helai mahkota yang berlekatan dan membentuk tabung mahkota (corolla tube). Dalam Asterid terdapat clade Euasterid I (lamiid), yang oleh Bremer dkk. (2001) didefinisikan sebagai kelompok dengan daun berhadapan, tepi daun rata, ovarium tenggelam, bunga sympetalus, tangkai sari yang berlekatan dengan tabung mahkota, dan buah kapsul. Anggota Eurosid I adalah Garryales, Gentianales, Solanales dan Lamiales (ditambah Boraginaceae, Vahliaceae dan Oncothecaceae + Icacinaceae; APG II 2003). Clade selanjutnya dalam Asterid adalah Euasterid II (campanuliid) , yang didefinisikan Bremer dkk. (2001) sebagai kelompok dengan daun berseling, tepi daun bergerigi, bunga simpetalus yang epiginus, tangkai sari yang berlepasan dan buah tidak-bengang. Anggota clade Euasterid II adalah Dipsacales, Aquifoliales, Apiales dan Asterales (ditambah Bruniaceae + Columelliaceae, Tribelaceae, Polyosmaceae, Escalloniaceae dan Eremosynaceae (Judd dkk., 2002).
               Pada awalnya, nama Angiospermae dimaksudkan oleh Paul Hermann (1690) bagi seluruh tumbuhan berbunga dengan biji yang terbungkus dalam kapsula, dan dipertentangkan dengan Gymnospermae sebagai tumbuhan berbunga dengan buah achene atau berkarpela terbelah. Dalam pengertiannya, keseluruhan buah atau bagiannya dianggap sebagai biji dan "terbuka". Kedua istilah ini dipakai oleh Carolus Linnaeus dengan pengertian yang sama tetapi digunakan sebagai nama-nama dari kelas Didynamia. Ketika Robert Brown pada tahun 1827 menemukan bakal biji yang benar-benar terbuka (tak terlindung) pada sikas dan tumbuhan runjung, ia memberikan nama Gymnospermae bagi kedua kelompok tumbuhan ini. Tahun 1851 Wilhelm Hofmeister menemukan perubahan-perubahan yang terjadi pada kantung embrio dari tumbuhan berbunga (penyerbukan berganda). Hasil penemuan ini menjadikan Gymnospermae sebagai kelas yang benar-benar berbeda dari dikotil, dan istilah Angiospermae mulai diterapkan untuk semua tumbuhan berbiji yang bukan kedua kelompok yang disebutkan Robert Brown. Pengertian terakhir inilah yang masih bertahan hingga sekarang.
               Menurut Peter Baas (2000), The APG system offers an opportunity to illuminate molecular and wood anatomical diversity patterns reciprocally. Such an illumination of the value and significance of wood anatomical diversity is especially timely because in recent decades our improved understanding of ecological adaptations in the main hydraulic and mechanical tissue of woody plants indicates that similar selective pressures for safe and/or efficient water transport must often have led to similar adaptations (Baas, 1986; Carlquist, 1988). Thus, like many morphological characters subject to adaptive evolution, phylogenetic signals that wood anatomical diversity might contain may be blurred, especially at higher taxonomic levels such as families and orders. Reservations about wood anatomy’s role in phylogenetic studies have been reinforced by a number of cladistic studies in which wood anatomical character states showed high degrees of homoplasy (reflected in low consistency and retention indices). This homoplasy is usually due to parallel development following Baileyan specialization trends (Baas, 1993; Baas & Wheeler, 1996). Reversals of the Bailey antrends appeared relatively rare. (Baas, Peter: 2000).
               Dalam sistem taksonomi modern, kelompok tumbuhan berbunga ditempatkan pada berbagai takson. Selain Angiospermae, kelompok ini disebut juga dengan Anthophyta ("tumbuhan bunga"). Sistem Wettstein dan Sistem Engler menempatkan Angiospermae pada tingkat subdivisio. Sistem Reveal memasukkan semua tumbuhan berbunga dalam subdivisio Magnoliophytina, namun pada edisi lanjut memisahkannya menjadi Magnoliopsida, Liliopsida, dan Rosopsida. Sistem Takhtajan dan sistem Cronquist memasukkan kelompok ini ke dalam tingkat divisio dengan nama Magnoliophyta. Sistem Dahlgren dan sistem Thorne (1992) menggunakan nama Magnoliopsida dan meletakkannya pada tingkat kelas. Saat ini, sistem klasifikasi yang paling akhir, seperti sistem APG (1998) dan sistem APG II (2003), tidak lagi menjadikannya sebagai satu kelompok takson tersendiri melainkan sebagai suatu klade tanpa nama botani resmi dengan nama angiosperms (sistem ini menggunakan nama-nama bahasa Inggris atau diinggriskan untuk nama-nama tidak resmi).
               Selama tahun 1990an, rekonstruksi filogeni tumbuhan yang mengalir mengambil langkah maju yang besar. Akumulasi cepat Lating urutan DNA, khususnya dari gen plastid RbcL (Misalnya, Chase Et al. , 1993), menyediakan kumpulan data baru dan informatif. Analisis kluster kumpulan data ini juga banyak diperbaiki, terutama melalui pengembangan teori filogenetik dan penerapan untuk analisis kumpulan data yang besar (misalnya Hillis, 1996) dan berbagai metode untuk memperkirakan dukungan terhadap klade individu di pohon filogenetik (Felsenstein, 1985; Farris
 Et al ., 1996). Garis besar pohon filogenetik dari semua tanaman yang berfluktuasi menjadi mapan, dan beberapa juga didukung sebagian besar klade yang melibatkan banyak keluarga tanaman flora yang diidentifikasi. Dalam banyak kasus, pengetahuan baru tentang filogeni mengungkapkan hubungan dalam konflik dengan klasifikasi modern yang kemudian banyak digunakan (misalnya Cronquist, 1981; Thorne, 1992; Takhtajan, 1997), yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan yang dipilih dalam analisis morfologi daripada analisis berpendidikan lebih besar. Kumpulan data yang melibatkan urutan DNA atau bentuk data sistematis lainnya. Menjadi jelas bahwa tidak satu pun klasifikasi terdahulu yang secara akurat mencerminkan hubungan filogenetik tumbuhan yang berfluktuasi, dan komunikasi tentang evolusi tanaman yang mengacu pada skema klasifikasi lama menjadi semakin sulit. Untuk meringankan masalah ini, sekelompok ahli sistem tanaman yang berenergi, menyebut diri mereka Kelompok Biofilen Angiosperm (APG untuk jangka pendek), mengusulkan klasifikasi baru untuk keluarga tanaman yang berventilasi (APG, 1998).
               Menurut Angiosperm Phylogeny Group (2009), The initial APG (1998) system comprised 462 families arranged in 40 putatively monophyletic orders and a few monophyletic higher groups. The latter were named informally as monocots, commelinoids (here changed to commelinids to prevent confusion with subfamily Commelinoideae of Commelinaceae), eudicots, core eudicots, rosids including eurosids I and II and asterids including euasterids I and II. The focus was on orders and less on families. An attempt was made to recognize orders well supported as monophyletic in large jackknife analyses of molecular data (Källersjö et al ., 1998). In general, the orders were fairly widely circumscribed, especially in comparison with those of Takhtajan (1997). A few monofamilial orders were recognized (Ceratophyllales, Acorales and Arecales) for cases in which these families were apparently sister groups of larger clades including several orders. (Angiosperm Phylogeny Group, 2009).
               Banyak famili tidak dikelompokkan atau terdaftar karena posisi mereka tidak pasti atau tidak diketahui, dan keluarga-keluarga ini terdaftar di bawah kelompok supraordinal di mana mereka diketahui berada atau di akhir sistem dalam daftar keluarga, mungkin eudicots, dengan posisi yang tidak pasti. APG meramalkan bahwa hanya akan ada sedikit kebutuhan untuk mengubah batasan pesanan kecuali untuk memasukkan keluarga yang tidak ditugaskan ke pesanan dan kemungkinan pengalihan keluarga salah tempat. Juga disadari bahwa perintah baru dapat dilakukan jika kelompok keluarga monofiletik diidentifikasi.
               Sistem APG juga melibatkan pengakuan kelompok monofiletik ketat di semua tingkat, namun diketahui bahwa ada keluarga yang dikenal sebagai Non-monofiletik (misalnya Euphorbiaceae dan Scrophulariaceae). Reklasifikasi ulang ke unit monofiletik ini tidak mungkin dilakukan pada tahun 1998 dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Selanjutnya, secara monofis banyak keluarga tetap diselidiki dengan pengambilan sampel dan penerapan teknik filogenetik molekuler yang ekstensif. Dengan demikian, diakui bahwa beberapa perubahan dalam batasan keluarga diperlukan untuk merefleksikan pemahaman hubungan filogenetik yang lebih baik. Bagi beberapa keluarga yang telah diselidiki dan ditemukan bersifat monofiletik, alternatif, batasan opsional ditunjukkan dengan daftar keluarga saudara atau keluarga dalam tanda kurung siku segera setelah keluarga tersebut. Misalnya, Nymphaeaceae bisa diinterpretasikan baik untuk mengecualikan atau memasukkan keluarga Suster Cabombaceae. Lima tahun sekarang telah berlalu sejak sistem APG disusun. Kemajuan terbaru dalam pengetahuan kita tentang filogeni tanaman flammen memang telah memotivasi beberapa perubahan dalam klasifikasi keluarga dan klasifikasi, serta penambahan beberapa perintah baru. Oleh karena itu kami hadir di sini versi terbaru dari sistem APG.
               Menurut Bremer Birgitta (2007), The currently most used classification of flowering plants is the APG-system, an ordinal classification for the families of flowering plants, proposed by an international group of plant systematists known as the Angiosperm Phylogeny Group (APG 2003). The APG-system is based on comprehensive phylogenies of flowering plants, reconstructed by analysis of extensive DNA sequence data. Due to the increasing amount of sequence data, flowering plant phylogeny is today known in considerable detail and with great certainty. We thus know how flowering plants evolved and how they are related to each other, the basis for what may be called a natural classification. (Bremer, Birgitta: 2007).
               Secara umum, kita telah mengadopsi pendekatan konservatif dan mengusulkan di sini perubahan dalam sistem APG hanya jika ada bukti baru yang mendukung klasifikasi yang telah direvisi. Lima perintah tambahan diakui, Austrobaileyales, Canellales, Celastrales, Crossosomatales dan Gunnerales. Ini mewakili kelompok keluarga monofiletik yang didukung dengan baik yang tidak disesuaikan dengan pesanan di APG (1998). Tidak ada perintah APG yang diubah kecuali penambahan sejumlah keluarga yang tidak memenuhi pesanan di APG (1998). Ketika analisis yang lebih baru telah menunjukkan bahwa keluarga-keluarga dari posisi yang sebelumnya tidak pasti tersebut dipersatukan dengan baik di dalam perintah APG atau didukung dengan baik sebagai kelompok saudara dari salah satu perintah APG, yang terakhir diperluas untuk memasukkan keluarga-keluarga ini. Dengan demikian, beberapa perintah APG lebih banyak dibatasi untuk memasukkan kelompok saudara mereka (misalnya Adoxaceae yang termasuk dalam Dipsacales; bandingkan Bremer, 2000), kecuali dalam satu kasus di mana pasangan Canellaceae dan Winteraceae telah dibentuk sebagai ordo Canellales Daripada disertakan dalam kelompok saudara mereka, Piperales (kebanyakan peneliti akan menganggap kedua kelompok ini terlalu berbeda untuk dimasukkan dalam satu urutan tunggal). Tidak ada perintah APG yang digabungkan atau dipecah, dan tidak ada keluarga yang dipindahkan dari satu ordo ke yang lain. Hanya dalam satu kasus ada keluarga yang dikeluarkan dari perintah APG; Oncothecaceae telah dikecualikan dari Garryales dan ditugaskan ke posisi di awal euasterids I tanpa klasifikasi untuk dipesan karena analisis baru-baru ini belum mendukung posisi ordinal yang jelas (yaitu bootstrap atau jackknife) untuk keluarga tersebut.
Keterkaitan antara pesanan dan beberapa keluarga yang tidak terdaftar sekarang lebih dipahami daripada saat sistem APG dikembangkan. Di tingkat famili, beberapa keluarga telah bereinkarnasi atau dibatasi, terutama di Asparagales, Malpighiales dan Lamiales. Beberapa keluarga telah dibentuk kembali dari sinonim sehingga membuat mereka monofiletik sejauh dimungkinkan mengingat pengetahuan terkini tentang hubungan timbal balik generik. Sebagai prinsip umum, kita telah menghindari perubahan batasan keluarga kecuali jika perlu untuk mempertahankan secara monofisit. Namun, ada dua pengecualian terhadap prinsip stabilitas umum ini. Pertama, pekerjaan terperinci dalam beberapa taksiran sejak APG telah menghasilkan banyak pengetahuan baru tentang hubungan timbal balik, dan ketika spesialis telah mengajukan klasifikasi baru dan didukung dengan baik, hal itu diikuti bahkan jika klasiat sebelumnya kami terdiri dari keluarga monofiletik. Kedua, dalam beberapa kasus mengumpulkan pengetahuan tentang filogeni telah menunjukkan hubungan sister-group yang melibatkan keluarga monogenerik kecil. Taksiran tersebut merupakan redundansi dalam klasifikasi, dan oleh karena itu kita biasanya mengurangi keluarga monogenerik untuk sinonim sehingga mengurangi redundansi ini. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun, kita telah mempertahankan klasifikasi keluarga yang ada ketika dinilai bahwa keluarga monogenisik sangat berbeda secara morfologis dari kelompok saudaranya yang menggabungkan keduanya akan menciptakan entitas yang secara morfologis tidak dapat dikenali. Kami menyadari bahwa keputusan yang menggunakan argumen 'terlalu berbeda secara morfologis' cenderung sangat subjektif dan sangat intuitif, namun argumen ini adalah tradisi yang telah lama ada. Kami umumnya menerima pendapat spesialis dalam kasus seperti itu, namun kami juga menyadari bahwa spesialis hampir selalu menyukai pemecahan kelompok yang mereka anggap 'terlalu heterogen'.
Menurut jurnal dari Haston et., al. (2009), In LAPG II, we decided to allocate a family number to each of the families listed in the APG II classification, including the ‘bracketed’ families that were presented as ‘acceptable monophyletic alternatives to the broader circumscription favoured here’ (APG II, 2003). In doing this, we felt that we would be giving herbaria the greatest flexibility in accepting or rejecting the ‘bracketed’ families. The APG III classification has tended to accept the broader circumscription of families and does not allow the option of ‘bracketed’families. The number of accepted families has therefore significantly declined. In addition, our understanding of relationships in several parts of the phylogenetic tree has improved and these changes have been incorporated here. (Haston et., al. 2009).
Dalam beberapa kasus, telah mencantumkan keluarga dalam tanda kurung, yang menunjukkan kemungkinan rangkaian alternatif seperti yang dijelaskan dalam pendahuluan sistem APG di atas. Dengan perubahan yang diperkenalkan di sini, jumlah pesanan meningkat dari 40 menjadi 45 dan jumlah keluarga menurun dari 462 menjadi 457. Dari jumlah ini, 55 keluarga terdaftar dalam kelompok kurung. Kita Menyadari setidaknya satu, sesuai, keluarga tambahan yang belum diusulkan secara formal. Diringkas di bawah ini adalah perubahan pada APG (1998) dengan referensi yang tepat yang mendukung perubahan ini. Sejak tahun 1998, lima sistem yang diusulkan untuk angiosperma telah diterbitkan. Dua kurang lebih mengikuti sistem yang disajikan di APG.
Menurut jurnal dari Bremer et., al. (2001), The linear sequence of families based on the Angiosperm Phylogengy Group (APG) II classification system (LAPG II; Haston et al., 2007) was founded on the best estimate of family relationships at that time. In revising the linear sequence of families to the new APG III classification (APG III, 2009), we provide a clear and explicit update according to the current best estimate of relationships. In LAPG II, we decided to allocate a family number to each of the families listed in the APG II classification, including the ‘bracketed’ families that were presented as ‘acceptable monophyletic alternatives to the broader circumscription favoured here’. (Bremer et., al. 2001)
Klasifikasi APG III cenderung menerima kerahasiaan keluarga yang lebih luas dan tidak mengizinkan pilihan 'keluarga kurung'. Jumlah keluarga yang diterima telah ditolak secara signifikan. Selain itu, pemahaman kita tentang hubungan di beberapa bagian pohon filogenetik telah meningkat dan perubahan ini telah digabungkan di sini. Dalam mempertimbangkan urutan linier yang berasal dari pohon filogenetik, penting untuk diingat bahwa urutannya bergantung pada metodologi yang digunakan dan bahwa hilangnya informasi filogenetik dalam konversi tidak dapat dihindari. Pilihan metodologi itu kontroversial dan urutan linier bisa menyesatkan jika tidak dipahami dalam konteks pohon. Urutan linier yang dipesan secara sistematis, bagaimanapun, digunakan untuk mengatur sebagian besar herbarium besar di seluruh dunia dan karenanya pantas untuk beberapa perhatian.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Sistem APG melibatkan pengakuan kelompok monofiletik ketat di semua tingkat, namun diketahui bahwa ada keluarga yang dikenal sebagai Non-monofiletik (misalnya Euphorbiaceae dan Scrophulariaceae). Reklasifikasi ulang ke unit monofiletik ini tidak mungkin dilakukan pada tahun 1998 dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Selanjutnya, secara monofis banyak keluarga tetap diselidiki dengan pengambilan sampel dan penerapan teknik filogenetik molekuler yang ekstensif. Dengan demikian, diakui bahwa beberapa perubahan dalam batasan keluarga diperlukan untuk merefleksikan pemahaman hubungan filogenetik yang lebih baik. Bagi beberapa keluarga yang telah diselidiki dan ditemukan bersifat monofiletik, alternatif, batasan opsional ditunjukkan dengan daftar keluarga saudara atau keluarga dalam tanda kurung siku segera setelah keluarga tersebut. Misalnya, Nymphaeaceae bisa diinterpretasikan baik untuk mengecualikan atau memasukkan keluarga Suster Cabombaceae. Lima tahun sekarang telah berlalu sejak sistem APG disusun. Kemajuan terbaru dalam pengetahuan kita tentang filogeni tanaman flammen memang telah memotivasi beberapa perubahan dalam klasifikasi keluarga dan klasifikasi, serta penambahan beberapa perintah baru.


Daftar Pustaka

Angiosperm Phylogeny Group. 2009. An update of the Angiosperm Phylogeny Group classification for the orders and families of flowering plants: APG III. Botanical Journal of the Linnean Society. No.161 Vol.2: 105-121.
Haston, Elspeth James E. Richardson, Peter F. Steven, Mark W. Chase and David J. Harris. 2009. The Linear Angiosperm Phylogeny Group (LAPG) III: a linear sequence of the families in APG III. Botanical Journal of the Linnean Society No. 161, Vol. I. 128–131.
Baas, Peter. 2000. Dicotyledonous wood anatomy and the APG system of angiosperm classification. Botanical Journal of the Linnean Society (2000), 134: 3–17.
Bremer K, Backlund A., Sennblad., et al. 2001. A phylogenetic analysis of 100+ genera and 50+ families of euasterids based on morphological and molecular data with notes on possible higher level morphological synamorphies. Vol. 1, No. 229: 137-169.
Birgitta, Bremer. 2007. Linnaeus’ sexual system and flowering plant phylogeny. Nordic Journal of Botany Vol. 25: 5-6.
Share on Google Plus

About Rizal18

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar