PENGARUH PEMBERIAN
PAKAN DARI SUMBER NABATI DAN HEWANI TERHADAP BERBAGAI ASPEK FISIOLOGI IKAN
GURAMI (Osphronemus gouramy L.)
Nunung
Nurjanah, Rizki Awalia, dan Rizky Alya Hapsari
Tadris
IPA-Biologi C/VI
Kelompok
3
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ikan mas adalah salah satu ikan budidaya air tawar
yang paling banyak dibudidayakan petani baik budidaya pembenihan, pembesaran di
kolam, pekarangan, ataupun air deras. Budidaya ikan mas sebagai salah satu
usaha di bidang perikanan diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan. Budidaya
ikan secara intensif perlu disediakan pakan dalam jumlah yang cukup, tepat
waktu, berkesinambungan, dan memenuhi syarat gizi yang dibutuhkan oleh ikan.
Faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan pemeliharaan ikan adalah ketersediaan
pakan dalam jumlah, kualitas, dan waktu yang tepat. Alternatif sumber pakan
murah, tetapi memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Salah
satunya dengan menggunakan limbah hasil olahan makanan yang masih dapat
dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai bahan pakan ikan, diantaranya yaitu ampas
tahu dan pelet tepung ikan (Amri, 2007).
Komposisi pakan yang baik untuk ikan mas yaitu
protein 30-32% dan karbohidrat 20–30% dalam komposisi tersebut terlihat bahwa
kandungan protein merupakan jumlah yang lebih dominan dibandingkan karbohidrat.
Protein merupakan sumber protein hewani yang berasal dari ikan sehingga dapat
mudah diserap oleh tubuh ikan. Akan tetapi pada ikan herbivora, karbohidrat
pada pakan dapat digunakan dengan lebih efektif sebagai sumber energi dan
kelebihannya disimpan dalam bentuk lemak. Sehingga ikan herbivora dapat
memanfaatkan karbohidrat untuk pertumbuhan dengan dibantu oleh enzim pencernaan
yang dapat memecah karbohidrat yaitu enzim amilase.
Cara alternatif yang diperlukan untuk meningkatkan
aktivitas enzim amilase (karbohidrase) yaitu dengan menggunakan bahan alami
yang ramah lingkungan dan mudah dimanfaatkan oleh ikan mas. Substitusi protein
dengan karbohidrat dilakukan agar tingginya jumlah komposisi protein pada pakan
ikan tidak lagi menjadi permasalahan utama bagi pembudidaya ikan mas.
Laju pertumbuhan ikan mas sangat lambat bila
dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Rendahnya laju pertumbuhan tersebut
diduga berkaitan dengan cara pemberian pakan dalam budidayanya, yang hanya
berupa daun kangkung air dan sisa makanan manusia. Laju pertumbuhan yang rendah
ini disebabkan oleh tidak tercapainya keseimbangan nutrisi pakan yang
dibutuhkannya. Pakan buatan berupa pelet komersial sangat memacu laju
pertumbuhan ikan mas namun harganya sangat mahal sehingga peternak ikan mas
tidak mampu untuk membelinya. Selain itu belum adanya pakan alami yang khusus
untuk meningkatkan aspek fisiologi (yaitu efisiensi daya serap, laju
pertumbuhan dan kecepatan pertumbuhan spesifik) ikan mas.
Pakan ampas tahu yang diberikan cukup membantu
perekonomian warga yang memiliki ternak ikan mas, karena harganya yang murah
dan juga sebagai pemanfaatan sisa hasil produksi tahu. Bahkan ada yang
memberikan ampas tahu secara gratis atau cuma-cuma.
B.
Pertanyaan
Penelitian
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1.
Berapa besar peningkatan pertumbuhan
ikan mas setelah diberi pakan nabati (ampas tahu) dan hewani (pelet tepung
ikan)?
2.
Bagaimana perubahan aspek fisiologis
ikan mas setelah diberi pakan ampas tahu dan pellet ikan?
C.
Hipotesis
Hipotesis
dari kelompok kami dalam penelitian ini, yaitu ampas tahu sebagai sumber pakan
nabati lebih baik dalam mempengaruhi perubahan aspek fisiologis ikan mas.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Ampas tahu merupakan
limbah padat yang diperoleh dari proses pembuatan tahu kedelai. Sedangkan yang
dibuat tahu adalah cairan atau susu kedelai yang lolos dari kain saring.
Ditinjau dari komposisi kimianya, ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber
protein. Kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang cukup tinggi namun
kandungan tersebut berbeda tiap tempat
dan cara pemrosesannya. Terdapat laporan bahwa kandungan ampas tahu yaitu
protein 8,66%, lemak 3,79%, air 51,63%, dan abu 1,21%. Maka sangat memungkinkan
ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan ternak (Dinas Peternakan Jawa
Timur, 2011).
Pembuatan tahu terdiri dari dua tahapan : (1) Pembuatan susu
kedelai, dan (2) penggumpalan protein dari susu kedelai sehingga selanjutnya tahu
dicetak menurut bentuk yang diinginkan. Adapun diagram alir proses pembuatan
tahu dapat dilihat pada ilustrasi 1. Tahap awal pembuatan susu kedelai adalah
melakukan perendaman kedelai kering pilihan selama kurang lebih 12 jam pada
suhu kamar 25°C. Tujuan perendaman untuk memudahkan penggilingan serta
mendapatkan dispersi dan suspensi yang lebih baik dari bahan padat kedelai pada
waktu penggilingan. Perendaman yang optimal adalah 12 jam pada suhu 25°C.
Setelah itu kedelai digiling dengan ditambah air panasatau air dingin dengan
perbandingan satu bagian kedelai yang ditambahkan delapan sampai sepuluh bagian
air. Penggilingan dengan air panas bertujuan agar lebih efektif dalam
meningkatkan kelarutan protein kedelai. Bubur kedelai yang diperoleh kemudian
dimasak pada suhu 100-110°C selama sepuluh menit, kemudian dilakukan
penyaringan. Sehubungan dengan ini ada sebagian pembuatan tahu di masyarakat
yang melakukan perebusan terlebi dahulu, kemudian disaring. Sedangkan sebagian
lagi melakukan penyaringan dulu kemudian dilakukan perebusan. Untuk memperoleh
dadih tahu maka dilakukan penggumpalan susu kedelai dengan menambahkan zat
penggumpal berupa asam, garam dapur maupun dengan proses fermentasi
(Rachmianto, dkk., 1981).
Potensi ampas tahu cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia
tercatat pada tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat sebanyak
85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan
konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-112%, maka jumlah ampas tahu
tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat. Potensi
ini cukup menjanjikan sebagai bahan pakan ternak.Ditinjau dari komposisi
kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein (Prabowo, dkk.,
1993).
Bahan
|
BK (%)
|
PrK (%)
|
SK (%)
|
LK (%)
|
NDF (%)
|
ADF (%)
|
Abu (%)
|
Ca (%)
|
P (%)
|
EB (kkal/kg)
|
Ampas tahu
|
13,3
|
21,0
|
23,58
|
10,49
|
51,93
|
25,63
|
2,96
|
0,53
|
0,24
|
4730
|
Menurut
Prabowo dkk. (1983), menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai
biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah,
karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak.Ampas tahu juga
mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500
ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm.
Di
samping memiliki kandungan zat gizi yang baik, ampas tahu juga memiliki
antinutrisi berupa asam fitat yang akan mengganggu penyerapan mineral
bervalensi 2 terutama mineral Ca, Zn, Co, Mg, dan Cu, sehingga penggunaannya
untuk unggas perlu hati-hati (Cullison, 1978).
Menurut Amri (2007), menyatakan bahwa ikan mas
adalah salah satu ikan budidaya air tawar yang paling banyak dibudidayakan
petani baik budidaya pembenihan, pembesaran di kolam, pekarangan, ataupun air
deras. Klasifikasi dari ikan mas, yaitu
sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterigii
Ordo : Cypriniformes
Family : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus
carpio
Sumber
utama protein pakan ikan umumnya masih bertumpu pada penggunaan tepung ikan.
Tepung ikan merupakan faktor penentu kualitas pakan buatan dan sumber protein
hewani yang banyak digunakan dalam pembuatan pakan ikan. Tingginya jumlah
tepung ikan yang import menyebabkan harga tepung semakin mahal sehingga
menjadikan suatu kendala bagi perkembangan usaha perikanan. Oleh karena itu,
untuk mengatasi hal tersebut, perlu alternative sumber protein hewani yang
harganya relative murah, tersedia setiap waktu, dan kualitasnya baik. Formulasi
pakan ikan dari berbagai tepung ikan, dengan sumber bahan baku berbeda seperti
ikan rucah, ikan asin, dan kepala ikan dapat digunakan sebagai pengganti tepung
ikan komersial dan dapat dijadikan sebagai sumber protein yang dapat memberikan
pertumbuhan (Effendi, 1997).
BAB III
METODOLOGI
A.
Alat dan Bahan
1.
Ikan
Mas (Cyprinus carpio)
2.
Pelet
dari tepung ikan
3.
Ampas
tahu
4.
6
akuarium
5.
Timbangan
B.
Prosedur Kerja
Penelitian
ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan
dilakukan tiga kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Perlakuan A = pelet dari tepung ikan
yang dijual di pasaran sebagai sumber hewani
b.
Perlakuan B = ampas tahu sebagai sumber
nabati
Parameter yang diamati adalah kecepatan pertumbuhan
ikan dan berat tubuh ikan di akhir penelitian.
a.
Setiap akuarium dimasukkan seekor ikan
gurami yang sebelumnya dipuasakan selama 24 jam.
b.
Kemudian diberi pakan sebanyak 2% dari
berat tubuh ikan secara dua tahap yaitu pagi dan sore.
c.
Dilihat laju pertumbuhannya, ikan mana
yang tumbuh besar paling cepat.
d.
Di akhir penelitian ditimbang berat ikan
gurami pada masing-masing akuarium.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, M.
2007. Dasar-Dasar Ilmu Nutrisi Ikan.
Padang: Bung Hatta University Press.
Cullison,
E.A. 1978. Feeds and Feeding. New
Dehli: Prentice Hall of India Private Limited.
Dinas
Peternakan Propinsi Jawa Barat. 1999. Uji
Coba Pembuatan Silase Ampas Tahu. Bandung: Brosur.
Effendi, I. 1997. Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan
Pustaka Nusantara.
Prabowo,
A., D. Samaih dan M. Rangkuti. 1993. Pemanfaatan
Ampas Tahu Sebagai Makanan Tambahan
dalam Usaha Penggemukan Domba Potong. Bandung: Proceeding Seminar Lembaga
Kimia Nasional LIPI.
Rachimanto,
D. Daulay, 8. Hardjo dan Endang S. Sunarya. 1981. Pengaruh Kondisi Proses Pengolahan Tradisional terhadap Mutu Tahu yang Dihasilkan.
Jakarta: Buletin Penelitian dan Pengembangan.
0 komentar:
Posting Komentar